Minggu, 05 Juni 2016
Peretelan yang Terenyahkan
Merasapun sungguh. Tak terbilang juwitamu menghardikku lewat ketik halus buah pikirnya. Sama sekali namaku tak terselip didalamnya. Melurutnya pun percuma. Tiadalah meringkik dalam bulir liurku. Mengibaskan dengung pujianpun rasanya melengking di ujung ekspektasi. Hatiku terpilin seperti lilin malam yang kau jadikan mainan. Meredam bunyi untuk perintih yang pilu.
Kering Tulang Hati
Pelan-pelan, aku ingin masuk dalam periuk petikai itu. Nanar. Garang, menatap kelopak koala mataku. Duhai, aku masih senang mengatur tarian sendiri. Hahaha. Apa pikirmu? Kau setengah berharapkah? Heh, wahai hati yang terpijak derit nasib. Silahkan lihat buih putih di atas bola mata biji cherry kepunyaanmu itu! Adakah kepantasan atas yang seharusnya? Memang seharusnya tidak bukan? Tapi kau terus menyeret hatimu yang hampir lumpuh. Yang tulangnya terlalu kering sebab tak pernah kau lumasi dengan kasihan. Buat apa kasihan? Hanya menyusahkan.
Langganan:
Postingan (Atom)