Jumat, 04 Desember 2015

Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman suku, bahasa, dan lain sebagainya. Dengan keragaman yang dimiliki oleh Indonesia, maka Pancasila dicetuskan sebagai falsafah hidup bangsa dengan lima sila yang memberikan kebebasan yang bertanggung jawab pada penduduknya dalam berbagai aspek. Maka, Pancasila merupakan ideologi yang fleksibel untuk bangsa Indonesia.
Pada era globalisasi seperti ini, Pancasila sebagai sistem filsafat bangsa Indonesia mengalami ancaman dari luar akibat maraknya budaya luar seperti tanpa filter begitu mudahnya masuk kedalam bangsa Indonesia. Pancasila tak lagi diindahkan sebagai sistem filsafat, dan hanya seperti simbol belaka.
Perlu diperhatikan bahwa filsafat hidup bangsa yang satu dengan bangsa yang lain pastinya berbeda. Karena, pemikiran founding fathers  bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya juga pasti berbeda.
Mengacu pada filsafat hidup setiap bangsa memiliki perbedaaan, maka kami menetapkan judul “Pancasila Sebagai Sistem Filsafat” sebagai judul makalah kami.




BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pancasila
1. Pengertian Pancasila Secara Etimologis
Berdasarkan materi mata kuliah Pancasila yang diampu oleh Dra. Siti Fatimah, M.Pd secara etimologis Pancasila berasal dari dua padanan kata yakni, panca yang berarti lima dan sila yang berarti dasar. Dua padanan kata tersebut berasal dari bahasa Sansekerta yang merupakan bahasa kasta Brahmana dalam agama Budha. Jadi, secara etimologis Pancasila adalah lima dasar atau nilai yang dijadikan pandangan hidup bangsa Indonesia.
2. Pengertian Pancasila Secara Terminologis
            Setelah kemerdekaan Negara Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka PPKI menggelar sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 untuk membahas hal alat-alat perlengkapan Negara sebagaimana lazimnya (Pendidikan Pancasila, Prof. DR. Kaelan, M.S:16).
            Rumusan pancasila termaktum dalam pembukaan UUD 1945, maka secara sah dan benar Pancasila menjadi dasar Negara Indonesia yang disahkan oleh PPKI mewakili seluruh rakyat Indonesia.
            Maka, dapat disimpulkan bahwa pengertian Pancasila secara terminologis adalah alat perlengkapan Negara yang merupakan dasar Negara yang sah dan telah disahkan.
3. Pengertian Pancasila Secara Historis
            Menurut buku pendidikan Pancasila edisi reformasi 2014 karya Prof. DR. Kaelan, M.S. proses perumusan Pancasila diawali ketika sidang BPUPKI yang pertama kali. Saat itu dr. Radjiman Widyodiningrat mengajukan masalah calon rumusan dasar Negara Indonesia yang akan dibentuk. Lalu tampillah Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno mengemukakan pendapat.
            Soekarno berpidato secara lisan pada tanggal 1 Juni 1945 mengenai calon rumusan Negara Indonesia. Soekarno mengemukakan lima poin penting yang harus menjadi dasar Negara Indonesia, yakni: nasionalisme atau kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang berkebudayaan. Lima poin tersebut dinamakan Pancasila atas saran dari seorang teman Soekarno yang merupakan ahli bahasa dan tidak disebutkan namanya.
            Pada tanggal 22 Juni 1945, Sembilan orang anggota BPUPKI mengadakan pertemuan yang juga merancang piagam Jakarta. Namun, poin pertama dalam piagam Jakarta mengalami perubahan dan perubahan itulah yang sampai sekarang bertahan menjadi lima dasar Negara kita “Pancasila”.
            Jadi, pengertian Pancasila secara historis adalah lima poin penting yang menjadi dasar Negara melalui kesepakatan para tokoh-tokoh kenegaraan dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945.
B. Pengertian Sistem
            Menurut Henry Prat Fairchild dan Eric Kohler, sistem adalah sebuah rangkaian yang saling kait-mengait antar beberapa bagian sampai kepada bagian yang paling kecil, bila suatu bagian atau sub bagian terganggu maka bagian yang lain juga ikut merasakan ketergangguan tersebut (Sistem Politik Indonesia, Inu Kencana S dan Azhari)
            Sedangkan menurut Prajudi, sistem adalah jaringan daripada prosedur-prosedur yang berhubungan satu sama lain menurut skema atau pola yang bulat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dari suatu usaha atau urusan (Sistem Politik Indonesia, Inu Kencana S dan Azhari).
            Lain pula pendapat Oemar Hamalik dalam buku “Pengelolaan Sistem Informasi” sistem adalah suatu keseluruhan atau totalitas yang terdiri dari bagian-bagian atau sub-sub sistem atau komponen yang saling berinterelasi dan berinteraksi satu sama lain dan dengan keseluruhan itu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (1993:19).
            Maka, kami simpulkan bahwa sistem adalah sel-sel penggerak sesuatu yang saling terkait dan jika salah satu lumpuh, maka semuanya akan lumpuh dan hancur.

C. Pengertian Filsafat
            Berdasarkan buku “Ibda’ Binafsika” karya H. Andy Dermawan, MA filsafat dapatlah secara singkat dikatakan bahwa berfilsafat adalah berpikir radikal. Yakni, berpikir secara mendalam sampai ke akar persoalan melewati batas-batas fisik yang medan pengembaraannya sampai ke metafisis.
            Berpikir bebas dalam filsafat bukanlah berpikir semaunya. Tetapi memahami lintas batas antara hal yang lazim dan tak lazim untuk dipikirkan. Sebab, kebebasan berpikir dibatasi oleh ketidakmampuan pikiran di dalam menangkap obyek pemikiran yang tak mampu dijelaskan dan disebutkan oleh pikiran (Ibda’ Binafsika:41).
            Sedangkan menurut Louis O. Kattsoff, filsafat merupakan suatu analisa secara hati-hati terhadap penalaran mengenai sesuatu masalah, dan penyusunan secara sengaja serta sistematis atas suatu sudut pandangan yang menjadi suatu tindakan.
            Pemikiran ini meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan yang satu dengan yang lainnya, menanyakan “mengapa”, mencari jawaban yang lebih baik dibandingkan dengan jawaban yang sudah tersedia pada pandangan pertama. Mengusahakan kejelasan, keruntutan, dan keadaan memadainya pengetahuan, agar dapat diperoleh pemahaman (Pengantar Filsafat:4).
            Kegiatan kefilsafatan ialah merenung, tetapi bukan melamun ataupun berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan. Perenungan kefilsafatan ialah percobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional, yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun untuk memahami diri kita sendiri. Merupakan karya satu orang yang dikerjakannya sendiri, ketika ia dengan pikirannya berusaha keras menemukan alasan dan penjelasan dengan cara semacam bertanya kepada diri sendiri. Atau dapat pula dilakukan oleh dua orang atau lebih dari dalam suatu percakapan ketika mereka melakukan analisa, melakukan kritik dan menghubungkan pikiran mereka secara timbal balik (Pengantar Filsafat:6).
            Sehingga kami menyimpulkan bahwa filsafat adalah cara berpikir yang kritis, hati-hati, selalu mencari jawaban yang lebih baik daripada jawaban yang sudah ada sebelumnya.
D. Pancasila Sebagai Suatu Sistem
            Berdasarkan beberapa pengertian sistem yang sudah dipaparkan, maka Pancasila sudah memenuhi syarat sebagai sebuah sistem atau bisa disebut juga Pancasila bersifat sistematis karena:
a.      Pancasila terdiri dari beberapa sila yaitu lima sila.
b.     Kelima sila yang dimiliki oleh Pancasila bersifat hierarkhis.
c.      Sila-sila yang ada dalam Pancasila tidak saling bertentangan melainkan membentuk satu kesatuan juga saling mendukung dan melengkapi
d.     Seluruh sila dalam Pancasila memiliki tujuan yang sama sebagai dasar Negara Indonesia.
E. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
            Pancasila sebagai sistem filsafat didasari oleh berbagai aspek, yakni dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar aksiologis. Berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya, semisal materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme, dan lain sebagainya sebab Pancasila hanya milik bangsa Indonesia saja, maka dasarnya pun tidak sama dengan ideologi bangsa lain.
            1. Dasar Ontologis
            Termaktum dalam buku “Pendidikan Pancasila” karya Prof. DR. Kaelan M.S. bahwa manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk social, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkhis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila yang lainnya (Notonagoro, 1975:53).
2. Dasar Epistemologis
            Dalam buku “Pendidikan Pancasila” karya Prof. DR. Kaelan M.S. juga dipaparkan dasar epistemologis Pancasila yang pada hakikatnya tidak bisa dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai dasarnya yaitu filsafat Pancasila (Soeryanto, 1991:50). Oleh karena itu dasar epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia kalau manusia merupakan basis ontologis dari Pancasila, maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia (Pranarka, 1996:32).
            Terdapat tiga persoalan mendasar dalam epistemologi yaitu: pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia,  ketiga tentang watak pengetahuan manusia (Titus, 1984:20).
3. Dasar Aksiologis
            Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan satu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing (Pendidikan Pancasila:63).
            Nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama sampai sila kelima merupakan cita-cita harapan, dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkannya dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja, dengan penuh harapan diupayakan terealisasi dalam sikap tingkah laku dan perbuatan setiap masyarakat Indonesia (Pendidikan Pancasila:66).
















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila sudah bisa dikatakan sebuah sistem karena terdiri dari beberapa sila yaitu lima sila, semua sila yang termaktum dalam Pancasila saling berhubungan dan saling melengkapi. Maka lengkap sudah unsur-unsur yang ada di dalam Pancasila sehingga bisa dikatakan sebagai suatu sistem. Dan Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki tiga dasar, yakni dasar ontologis (hakikat), dasar epistemologis (pengetahuan), dan dasar aksiologis (nilai).










DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Andy. 2007. Ibda’ Binafsika. Yogyakarta. Tiara Wacana.
Kattsoff. Louis O. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta. Tiara Wacana.
Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta. Paradigma.
Syafiie, Inu Kencana dan Azhari. 2006. Sistem Polotik Indonesia. Bandung.
            PT. Refika Aditama.
Djanarko, Indri. 2011. Modul Pancasila Sebagai Sistem Filsafat, (online)
            (http://indrijanarko.dosen.narotama.ac.id, diakses 25 September 2015)
Yusmita, Dezis. 2010. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat, (online)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar