BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara
Indonesia merupakan negara yang kaya
akan keragaman suku, bahasa, dan lain sebagainya. Dengan keragaman yang
dimiliki oleh Indonesia, maka Pancasila dicetuskan sebagai falsafah hidup
bangsa dengan lima sila yang memberikan kebebasan yang bertanggung jawab pada
penduduknya dalam berbagai aspek. Maka, Pancasila merupakan ideologi yang
fleksibel untuk bangsa Indonesia.
Pada era globalisasi seperti ini, Pancasila sebagai sistem filsafat
bangsa Indonesia mengalami ancaman dari luar akibat maraknya budaya luar seperti
tanpa filter begitu mudahnya masuk kedalam bangsa Indonesia. Pancasila tak lagi
diindahkan sebagai sistem filsafat, dan hanya seperti simbol belaka.
Perlu diperhatikan bahwa filsafat hidup bangsa yang satu dengan bangsa
yang lain pastinya berbeda. Karena, pemikiran founding fathers bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya
juga pasti berbeda.
Mengacu pada filsafat hidup setiap bangsa memiliki perbedaaan, maka kami
menetapkan judul “Pancasila Sebagai Sistem Filsafat” sebagai judul makalah
kami.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pancasila
1. Pengertian Pancasila Secara Etimologis
Berdasarkan materi mata
kuliah Pancasila yang diampu oleh Dra. Siti Fatimah, M.Pd secara etimologis Pancasila
berasal dari dua padanan kata yakni, panca yang berarti lima dan sila
yang berarti dasar. Dua padanan kata tersebut berasal dari bahasa Sansekerta
yang merupakan bahasa kasta Brahmana dalam agama Budha. Jadi, secara etimologis
Pancasila adalah lima dasar atau nilai yang dijadikan pandangan hidup bangsa
Indonesia.
2. Pengertian Pancasila
Secara Terminologis
Setelah
kemerdekaan Negara Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka
PPKI menggelar sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 untuk membahas hal alat-alat
perlengkapan Negara sebagaimana lazimnya (Pendidikan Pancasila, Prof. DR.
Kaelan, M.S:16).
Rumusan pancasila termaktum dalam pembukaan UUD 1945,
maka secara sah dan benar Pancasila menjadi dasar Negara Indonesia yang
disahkan oleh PPKI mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Maka, dapat disimpulkan bahwa pengertian Pancasila secara
terminologis adalah alat perlengkapan Negara yang merupakan dasar Negara yang
sah dan telah disahkan.
3. Pengertian Pancasila
Secara Historis
Menurut buku
pendidikan Pancasila edisi reformasi 2014 karya Prof. DR. Kaelan, M.S. proses
perumusan Pancasila diawali ketika sidang BPUPKI yang pertama kali. Saat itu
dr. Radjiman Widyodiningrat mengajukan masalah calon rumusan dasar Negara
Indonesia yang akan dibentuk. Lalu tampillah Muhammad Yamin, Soepomo, dan
Soekarno mengemukakan pendapat.
Soekarno berpidato secara lisan pada tanggal 1 Juni 1945
mengenai calon rumusan Negara Indonesia. Soekarno mengemukakan lima poin
penting yang harus menjadi dasar Negara Indonesia, yakni: nasionalisme atau
kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau
demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang berkebudayaan. Lima poin
tersebut dinamakan Pancasila atas saran dari seorang teman Soekarno yang
merupakan ahli bahasa dan tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Sembilan orang anggota BPUPKI
mengadakan pertemuan yang juga merancang piagam Jakarta. Namun, poin pertama
dalam piagam Jakarta mengalami perubahan dan perubahan itulah yang sampai
sekarang bertahan menjadi lima dasar Negara kita “Pancasila”.
Jadi, pengertian Pancasila secara historis adalah lima
poin penting yang menjadi dasar Negara melalui kesepakatan para tokoh-tokoh
kenegaraan dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945.
B. Pengertian Sistem
Menurut
Henry Prat Fairchild dan Eric Kohler, sistem adalah sebuah rangkaian yang
saling kait-mengait antar beberapa bagian sampai kepada bagian yang paling
kecil, bila suatu bagian atau sub bagian terganggu maka bagian yang lain juga
ikut merasakan ketergangguan tersebut (Sistem Politik Indonesia, Inu Kencana S
dan Azhari)
Sedangkan
menurut Prajudi, sistem adalah jaringan daripada prosedur-prosedur yang
berhubungan satu sama lain menurut skema atau pola yang bulat untuk
menggerakkan suatu fungsi yang utama dari suatu usaha atau urusan (Sistem
Politik Indonesia, Inu Kencana S dan Azhari).
Lain
pula pendapat Oemar Hamalik dalam buku “Pengelolaan Sistem Informasi” sistem
adalah suatu keseluruhan atau totalitas yang terdiri dari bagian-bagian atau
sub-sub sistem atau komponen yang saling berinterelasi dan berinteraksi satu
sama lain dan dengan keseluruhan itu untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (1993:19).
Maka,
kami simpulkan bahwa sistem adalah sel-sel penggerak sesuatu yang saling
terkait dan jika salah satu lumpuh, maka semuanya akan lumpuh dan hancur.
C. Pengertian Filsafat
Berdasarkan buku “Ibda’ Binafsika” karya H. Andy
Dermawan, MA filsafat dapatlah secara singkat dikatakan bahwa berfilsafat
adalah berpikir radikal. Yakni, berpikir secara mendalam sampai ke akar
persoalan melewati batas-batas fisik yang medan pengembaraannya sampai ke
metafisis.
Berpikir
bebas dalam filsafat bukanlah berpikir semaunya. Tetapi memahami lintas batas
antara hal yang lazim dan tak lazim untuk dipikirkan. Sebab, kebebasan berpikir
dibatasi oleh ketidakmampuan pikiran di dalam menangkap obyek pemikiran yang
tak mampu dijelaskan dan disebutkan oleh pikiran (Ibda’ Binafsika:41).
Sedangkan
menurut Louis O. Kattsoff, filsafat merupakan suatu analisa secara hati-hati
terhadap penalaran mengenai sesuatu masalah, dan penyusunan secara sengaja
serta sistematis atas suatu sudut pandangan yang menjadi suatu tindakan.
Pemikiran
ini meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan yang
satu dengan yang lainnya, menanyakan “mengapa”, mencari jawaban yang lebih baik
dibandingkan dengan jawaban yang sudah tersedia pada pandangan pertama.
Mengusahakan kejelasan, keruntutan, dan keadaan memadainya pengetahuan, agar
dapat diperoleh pemahaman (Pengantar Filsafat:4).
Kegiatan
kefilsafatan ialah merenung, tetapi bukan melamun ataupun berpikir secara
kebetulan yang bersifat untung-untungan. Perenungan kefilsafatan ialah
percobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional, yang memadai
untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun untuk memahami diri kita
sendiri. Merupakan karya satu orang yang dikerjakannya sendiri, ketika ia
dengan pikirannya berusaha keras menemukan alasan dan penjelasan dengan cara
semacam bertanya kepada diri sendiri. Atau dapat pula dilakukan oleh dua orang
atau lebih dari dalam suatu percakapan ketika mereka melakukan analisa, melakukan
kritik dan menghubungkan pikiran mereka secara timbal balik (Pengantar
Filsafat:6).
Sehingga
kami menyimpulkan bahwa filsafat adalah cara berpikir yang kritis, hati-hati,
selalu mencari jawaban yang lebih baik daripada jawaban yang sudah ada sebelumnya.
D. Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Berdasarkan beberapa pengertian sistem yang sudah
dipaparkan, maka Pancasila sudah memenuhi syarat sebagai sebuah sistem atau
bisa disebut juga Pancasila bersifat sistematis karena:
a.
Pancasila terdiri dari beberapa sila yaitu lima sila.
b.
Kelima sila yang dimiliki oleh Pancasila bersifat hierarkhis.
c.
Sila-sila yang ada dalam Pancasila tidak saling bertentangan melainkan
membentuk satu kesatuan juga saling mendukung dan melengkapi
d.
Seluruh sila dalam Pancasila memiliki tujuan yang sama sebagai dasar
Negara Indonesia.
E. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila sebagai sistem filsafat didasari oleh
berbagai aspek, yakni dasar ontologis, dasar epistemologis, dan dasar
aksiologis. Berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya, semisal materialisme,
liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme, dan lain sebagainya sebab
Pancasila hanya milik bangsa Indonesia saja, maka dasarnya pun tidak sama
dengan ideologi bangsa lain.
1.
Dasar Ontologis
Termaktum
dalam buku “Pendidikan Pancasila” karya Prof. DR. Kaelan M.S. bahwa manusia
sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal
yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa jasmani
dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu
dan makhluk social, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi yang berdiri
sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkhis sila pertama Ketuhanan
Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila Pancasila yang
lainnya (Notonagoro, 1975:53).
2. Dasar Epistemologis
Dalam buku
“Pendidikan Pancasila” karya Prof. DR. Kaelan M.S. juga dipaparkan dasar
epistemologis Pancasila yang pada hakikatnya tidak bisa dipisahkan dengan dasar
ontologisnya. Pancasila sebagai suatu ideologi bersumber pada nilai-nilai
dasarnya yaitu filsafat Pancasila (Soeryanto, 1991:50). Oleh karena itu dasar
epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang
hakikat manusia kalau manusia merupakan basis ontologis dari Pancasila, maka
dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi yang
ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia (Pranarka, 1996:32).
Terdapat tiga persoalan mendasar dalam epistemologi
yaitu: pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang
teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia
(Titus, 1984:20).
3. Dasar Aksiologis
Sila-sila
sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya
sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga
merupakan satu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal
ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing
(Pendidikan Pancasila:63).
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama sampai
sila kelima merupakan cita-cita harapan, dambaan bangsa Indonesia yang akan
diwujudkannya dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang gemah ripah loh
jinawi, tata tentrem karta raharja, dengan penuh harapan diupayakan
terealisasi dalam sikap tingkah laku dan perbuatan setiap masyarakat Indonesia
(Pendidikan Pancasila:66).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila sudah bisa dikatakan sebuah sistem karena
terdiri dari beberapa sila yaitu lima sila, semua sila yang termaktum dalam
Pancasila saling berhubungan dan saling melengkapi. Maka lengkap sudah unsur-unsur
yang ada di dalam Pancasila sehingga bisa dikatakan sebagai suatu sistem. Dan Pancasila
sebagai sistem filsafat memiliki tiga dasar, yakni dasar ontologis (hakikat),
dasar epistemologis (pengetahuan), dan dasar aksiologis (nilai).
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Andy. 2007. Ibda’ Binafsika. Yogyakarta.
Tiara Wacana.
Kattsoff. Louis O. 2004. Pengantar Filsafat.
Yogyakarta. Tiara Wacana.
Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta.
Paradigma.
Syafiie, Inu Kencana dan Azhari. 2006. Sistem Polotik Indonesia.
Bandung.
PT.
Refika Aditama.
Djanarko, Indri. 2011. Modul Pancasila Sebagai Sistem Filsafat,
(online)
Yusmita, Dezis. 2010. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat, (online)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar